Perang Dunia ke dua memberikan pengalaman berharga bagi eksistensi dan perkembangan penerbangan angkatan laut di dunia. Demikian pula dengan berbagai penemuan di bidang teknologi penerbangan dan keangkatanlautan telah memberikan sumbangan berharga bagi pengoperasian unsur-unsur penerbangan angkatan laut selanjutnya penempatan pesawat-pesawat udara tidak lagi didominasi oleh kapal-kapal induk dan kapal-kapal amfibi raksasa, karena kapal-kapal kombatan semacam fregat, pemsak (destroyer) dan penjelajah (cruiser) mampu membawa helikopter untuk menambah kemampuan tempurnya. Peran yang sangat penting dari helikopter tersebut adalah penggunaannya dalam peperangan anti kapal selam dan peperangan ranjau. Begitu pula pada operasi-operasi laut masa kini yang dilakukan oleh berbagai negara seperti Angkatan Laut Inggris pada Perang Malvinas dan Angkatan laut Amerika Serikat pada Perang Teluk, semakin meneguhkan keyakinan betapa kehadiran kesenjataan udara yang menjadi bagian integral dari sebuah Angkatan Laut sangat signifikan.
Apalagi kalau mengingat karakteristik geografis negara Indonesia yang berbentuk kepulauan dimana bagian terbesarnya lautan, maka kehadiran Penerbangan Angkatan Laut sesungguhnya bersifat mutlak. Termotivasi olch hadirnya unsur-unsur udara Angkatan Laut di dunia saat itu dan adanya kepentingan strategic sejalan dengan kondisi geografis Nusantara, sejak terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) Laut, para putra bahari telah menuangkan gagasan jauh ke depan untuk membentuk penerbangan Angkatan Laut yang diprakarsai oleh para tokoh BKR Laut di Lawang Jawa Timur dengan rencana untuk mendirikan Pemuda Penerbangan Angkatan Laut (PPAL) sebagai pengganti Kaigun Kokusyo yang sebelumnya dibawah kekuasaan Jepang. Gagasan tersebut belum dapat diwujudkan karena terbentur pada kepentingan yang lebih mendesak, yaitu perjuangan mempertahankan kemerdekaan RL Lima tahun kernudian barulah para pemimpin ALRI dapat merealisasikan pembentukan penerbangan sebagai senjata bantuan Armada Angkatan Laut. Pada tanggal 4 Februari 1950 dibentuk Staf Penerbangan, yang kemudian disempurnakan dengan dibentuknya Biro Penerbangan di Staf Angkatan Laut pada tanggal 17 Juni 1956. Sebagai Kepala Biro Penerbangan Angkatan Laut yang pertama diangkat Kapten Pelaut RM Moedjono Poerbonegoro. Kebutuhan akan sumber daya manusia untuk mengawaki organisasi dirasakan mendesak, maka sejak bulan April 1957 dikirim personil secara berturut-turut ke Singapura, India, Inggris dan Amerika untuk dididik menjadi personil pengawak organisasi penerbangan, antara lain: penerbang, navigator, ATC, teknisi, listrik, radio, radar, telegrafis udara termasuk juga persenjataan udara. Salah satu hal penting yang patut dicatat adalah mengirim beberapa Perwira ALRI lulusan Koninklijke Intitule Marine (KIM) Belanda untuk dididik menjadi penerbang AL ke Royal Air Force (RAF) inggris, kemudian disusul dengan pengiriman secara teratur beberapa Kadet ke RAF untuk jurusan Penerbang dan Navigator. Selain perwira, bintara juga dikirim untuk menjadi teknisi pesawat udara dan pengatur lalu lintas udara (ATC). Sementara belum memiliki pesawat udara untuk memelihara kemahiran terbang setelah kembali ke tanah air, para perwira penerbang ALRI berlatih di Angkatan Udara Rl (AURI) yang memberi kesempatan untuk menerbangkan pesawat-pesawat Dakota dan Vampire.
Pada waktu itu telah diambil dua keputusan penting yang menjadi tonggak sejarah perkembangan Penerbangan TNI AL, pertama, menentukan jenis pesawat pertama untuk Angkatan Laut ; kedua, membangun Pangkalan Udara Angkatan Laut di Waru. Sebagai kelanjutan dari keputusan penting tersebut dikeluarkan Surat Instruksi KSAL No. A 19/1/4 tertanggal 29 Desembcr 1958 tentang Pembentukan Kesatuan Persiapan Penerbangan Angkatan Laut (KPPALM) berkedudukan di Pangkalan Penerbangan Angkatan Laut Morokrembangan Surabaya. Selama persiapan, semua tenaga administrasi diperbantukan kepada Akademi Angkatan Laut.
Tugas KPPALM adalah, menampung dan mendidik para anggota Penerbangan untuk disiapkan sebagai pengawak organisasi Penerbangan Angkatan Laut, menyelenggarakan pemeliharaan peralatan penerbangan yang sudah ada, serta membangun berbagai sarana dan prasarana pendukung operasionaisasi Penerbangan Angkatan Laut. Masuknya pesawat AKS jenis Ganet ke jajaran ALRI yang diawali dengan kontrak pembelian pesawat Gannet AS-4 dan T-5 oleh Kasal dengan pihak Fairey Aviation Ltd (Inggris) pada tanggal 27Januari 1959 di Jakarta, dan penanda tanganan kontrak pembuatan Proyek Waru dengan pihak CITE dari Perancis pada tahun I960, merupakan keberhasilan awal dari KPPKLM dalam membangun Penerbangan AL. Tidak lama kemudian yaitu pada tanggal 1 Maret I960 melalui Surat Keputusan KSAL Nomor A19/1/1 tanggal 25 Januari I960 diresmikan berdirinya Pangkalan Penerbangan Angkatan Laut Morokrembangan (PPALM). Pada tanggal 7 Pebruari I960 rombongan pertama pesawat pertama Gannet tiba di tanah air. Begitu pula para personel yang selesai menempuh pendidikan di luar negeri. Pada tanggal 2 April I960 jabatan PPALM dirubah menjadi Pangkalan Udara Angkatan Laut Morokrembangan (PUALAM), dan pada tanggal 4 April I960 PUALAM diresmikan penggunaannya oleh Perdana Menteri Ir. Djuanda di Morokrembangan, mewakili Presiden RI. Pangkalan Udara Angkatan Laut Waru (Pualwa) sebagai pengganti PUALAM, diresmikan pemakaiannya pada bulan Agustus tahun 1964. Sejak itu kedudukan Pangkalan Udara Angkatan Laut serta Komando Jenis Udara dipindahkan dari Morokrembangan ke Waru Sidoarjo Jawa Timur.
Langkah penting lain yang ditempuh Penerbangan Angkatan Laut adalah pembentukan Skuadron-Skuadron yang didahului kontrak pembelian sejumlah pesawat udara dan pendirian sekolah penerbangan angkatan laut. Selama tahun 1964 ALRI menerima berbagai jenis pesawat terbang dan helikopter yaitu 12 buah pesawat udara IL-28 pembom torpedo dan 14 buah helikopter MI-4 dari Uni Sovyet. Dari sejumlah helikopter tersebut sembilan buah merupakan tipe helikopter anti kapal selam, lima buah helikopter angkut sedang dan helikopter VIP. Selain dari Uni Sovyet, ALRI juga mendapatkan sejumlah pesawat udara dari negara-negara barat yaitu tiga buah helikopter angkut serba guna Allouette dari Perancis dan sebuah pesawat angkut sedang Dakota C-47 dari Belanda. Beberapa jenis pesawat udara juga dibeli dari Amerika Serikat yaitu sebuah pesawat angkut VIP Grand Comander 500, tiga buah Dakota-47 dan empat buah pesawat latih dasar Darter Comander-100 serta dua buah Dakota C-47 dari Australia, serta dua buah pesawat ampibi Albatros UF-2. Dengan masuknya pesawat-pesawat udara tersebut, Penerbangan Angkatan Laut membentuk sejumlah Skuadron sesuai dengan fungsinya. Skuadron-Skuadron tersebut adalah Skuadron Udara-100/Anti Kapal Selam dengan unsur-unsur pesawat Gannet, Skuadron Udara 200/ Angkut VIP dengan unsur-unsur pesawat Grand Commander 500, Skuadron Udara-300/ Angkut Taktis dengan unsur pesawat-pesawat Albatros, Skuadron Udara 400/ Pendaratan Vertikal dengan unsur Helikopter Mi-4, Skuadron 500/ Pembom Torpedo dengan unsur-unsur pesawat IL-28, Skuadron-600/ Transport dengan unsur-unsur pesawat Dakota C-47, dan Skuadron 900/ Perawatan.
Pada tanggal 16 Agustus 1961 tujuhbelas kadet (calon penerbang) Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) yang rata-rata berusia 20 tahun-an, serta puluhan bintara teknisi-mekanik, diberangkatkan kc Almaata, ibukota Kazakhstan. Mereka merupakan rombongan pertama kadet penerbang helikopter ALRI yang nantinya menjadi pelopor Penerbangan TNI AL, yang akan mengawaki helikopter Mil Mi-4 Hound yang dibeli dari Uni Soviet. Pendidikan bagi para personal Penerbangan Angkatan Laut juga dikembangkan sejalan dengan tunrutan profesi. Tahun 1964 dirintis Sekolah Penerbangan Angkatan Laut (Senerbal) di bawah Komando Pengembangan Pendidikan Angkatan Laut (KOBANGD1KAL). Sekolah ini bertugas menyiapkan para bintara dan tamtama Penerbangan Angkatan Laut untuk didiclik menjadi teknisi pesawat udara. Sejak masuknya pesawat-pesawat Darter Commander (DC-100), Senerbal mulai mendidik para perwira Angkatan Laut menjadi penerbang dengan wadah Sekolah Perwira Penerbangan Angkatan Laut (SPPAL). Sejalan dengan penyempurnaan pokok-pokok organisasi dan prosedur ALRJ, Biro Penerbangan ALRI berubah menjadi Komando Penerbangan Angkatan Laut (Konerbal). Pada tingkat organisasi Armada RI, Komando Jenis Udara (Kojenud) berubah menjadi Komando Udara Armada (Kudarma) pada 29 Maret 1966. Pada tahun 1970, Konerbal dirubah menjadi Staf Urnum Angkatan Laut-7/ Udara (SUAL-7 Udara). Tiga tahun kemudian istilah ini diganti lagi menjadi Staf Khusus Kasal Bidang Penerbangan TNI AL (Susnerbal). Melalui reorganisasi TNI AL tahun 1976, Susnerbal berganti lagi menjadi Dinas Penerbangan TNI AL (Disnerbal), Kudarma diganti menjadi Satuan Udara Armada (Satudarma) dan Pangkalan Udara Angkatan Laut Juanda (Puakla) diganti menjadi Pangkalan Udara TNI AL (Lanudal) Juanda.
Mulai tahun 1976 s/d 1983 sejumlah pesawat patroli maritim Nomad N-22 buatan Australia memperkuat jajaran Penerbangan TNI AL. Kehadiran pesawat-pesawat ini cukup penting untuk mengganti pesawat-pesawat udara yang sudah tua dan tidak lagi mendapatkan suku cadang terutama pesawat-pesawat udara buatan Uni Sovyet. Pesawat-pesawat Nomad N-22 tersebut selanjutnya diorganisasikan dalam Skuaclron 800. Pada tahun 1977 Penerbangan TNI AL kembali memperkuat armadanya dengan memperoleh pesawat-pesawat helikopter BO-105 yang ditempatkan di Skuadron Udara 400. Pada tahun 1978 Skuadron Markas dibentuk yang bertugas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di lingkungannya. Perkembangan berikutnya Skuadron ini mcnjadi Skuadron 200 yang berfungsi tetap sebagai Skuadron Latih. Selama tahun 1976-1983 merupakan tahap penting bagi penerbangan TNI AL yaitu dengan bertambahnya pesawat-pesawat baru seperti 12 Nomad N-22 buatan Australia, enam helikopter BO-105 angkut ringan serba guna, empat pesawat angkut Casa CN-212. dua helikopter Super Puma AS-332 buatan IPTN Bandung, dan sepuluh helikopter ami kapal selam WASP AH-12 A dari Belanda. Untuk meningkatkan kemampuan dukungan logistik udara di daerah operasi, TNT AL membangun sejumlah stasiun udara TNI AL (Sionudal) yaitu di Sabang, Tanjung Pinang, Matak, Manado, Ambon, dan Kupang. Stasiun-stasiun udara tersebut sejak reorganisasi TNI AL di tahun 1985 diubah namanya menjadi Pangkalan Udara TNI AL dengan pembagian kelas sesuai kemampuan dukungan logistik terhadap unsur/ satuan udara TNI AL.
Selama tahun 1984-1989 sejumlah pesawat buatan IPTN memperkuat jajaran penerbangan TNI AL yaitu dua buah helikoppter Super Puma Nas-332, empat buah helikopter N Bell-412, dan empat buah pesawat angkut Casa CN-212. Selain itu, Penerbangan TNI AL juga mendapat tambahan dua pesawat latih Bonanza F-33A buatan Amcrika Serikat dan empat buah Tampico TB-9 buatan Perancis. Pada dasawarsa 1990-an, Penerbangan TNI AL semakin menyempurnakan organisasi dan meningkatkan kekuatan serta kemampuannya. Pada tanggal 16 April 1994 diresmikan berdirinya Satuan Udara Armada R! Kawasan Barat (Satudarmabar). Penerbangan TNI AL memperoleh 2 (dua) buah pesawat angkut sedang Buffalo DHC-5D, 20 pesawat patroli maritim Nomad N-22/N-24, dan sebuah helikopter Survey dari Badan Survey dan Pcrnetaaii Nasional (Basurtanal). Penambahan pesawat ini membutuhkan penambahan personel penerbang dan teknisinya. Sementara sumber perwira lulusan AKABRI sebagian besar ditugaskan di KRI sejalan dengan penambahan jumlah kapal TNI AL. Llntuk memenuhi kebutuhan perwira penerbang dilakukan penerimaan melalui program Secapa Penerbang dan Sekolah Penerbang Prajurit Sukarela DinasPendek(PSDP).